Tampak kumuh, sampah berserakan, dan bahkan identik menjadi tempat buang air masyarakat setempat, kini Poton Bako, Desa Jerowaru, menjadi destinasi wisata bahari yang unik dan menarik, mengembalikan fungsi hutan mangrove sebagai penjaga pantai dari ancaman laten abrasi.

NPLOMBOK.id-Menikmati pantai di Pulau Lombok tentu tidak akan ada habisnya, itulah sebabnya melalui dinas pariwisata maupun stakeholder yang berkepentingan, diharapkan mampu menggali potensi yang ada untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan sebagai salah satu upaya mendongkrak perekonomian masyarakat.

Berbagai kreasipun dilakukan, termasuk oleh para pemuda di Poton Bako, yang termotivasi adanya kegelisahan yang mereka rasakan ketika melihat hutan mangrove di wilayahnya yang kian hari kian menyempit dan rusak akibat penebangan liar oknum tidak bertanggungjawab.

Khawatir jika dibiarkan akan mendatangkan bencana, berbagai upayapun telah mereka lakukan sejak beberapa tahun silam. Dengan mengajak masyarakat sekitar untuk peduli dan bersama-sama menjaga kelestarian hutan mangrove yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup ekosistem alam laut yang ada. Tapi usaha itu dirasa belum membuahkan hasil.

Ditengah terjangan pandemi Covid-19 yang hampir melumpuhkan sendi-sendi kehidupan, membuat semua orang seperti kehilangan kesempatan dan peluang. Kondisi itulah yang memberikan tekad baru untuk kembali ke alam, bersahabat dengan alam, dengan mulai menata lingkungan sekitar yang telah lama terabaikan.

“Dari situlah kami bersama teman-teman pemuda berswadaya, bahu membahu, mengisi masa pandemi dengan berkegiatan positif membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa,” ungkap Lukmanul Hakim, salah satu pengelola Bale Mangrove di Poton Bako, Rabu (1/12)

Untuk diketahui wilayah hutan mangrove di Poton Bako, merupakan kawasan konservasi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang pengelolaannya diberikan kepada masyarakat setempat selaku Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang dibentuk oleh DKP.

Lebih lanjut Ia menuturkan, proses penataan hutan mangrove hingga menjadi sebuah destinasi wisata yang menarik butuh perjuangan panjang, karena dilakukan secara swadaya. Mulai dari pembuatan jalan setapak, papan petunjuk, gerbang masuk hingga kelengkapan lainnya yang mendukung kenyamanan pengunjung menikmati Bale Mangrove.

“Bahkan tukangnya hanya satu orang, kalau tukangnya sakit, kita berhenti dan melanjutkannya saat dia kembali pulih, begitu seterusnya,” tuturnya.

Tidak ada yang luput dari perhatian mereka, setiap sisi dan sudut hutan mangrove perlahan-lahan diolah menjadi tempat yang menarik, termasuk area kosong ditengah hutan akibat penebangan liar dijadikan rest area dan tempat bermain kano.

Ditempat ini banyak spot berswafoto, disediakan pula ayunan ditengah hutan yang akan memanjakan pengunjung dengan sensasi berayun diiringi musik alam dan aroma terapi garam lautan yang menenangkan.

Lebih lanjut Lukman menceritakan, walaupun belum maksimal menata, namun kini Bale Mangrove berangsur ramai dikunjungi.

“Setelah target vaksin di Lombok Timur tercapai, sekarang ini pengunjung semakin bertambah, tidak seperti beberapa waktu sebelumnya, masyarakat masih dibatasi kemana-mana, tapi sekarang alhamdulillah. Bahkan banyak dari mereka berkunjung berulang kali kesini,” ungkapnya.

Iapun berharap seiring meningkatnya jumlah pengunjung, Bale Mangrove nantinya bisa dijadikan sumber penghasilan tambahan selain profesi sebagai nelayan. (Rji)