NPLOMBOK.id-Siapa yang tak kenal dengan Wage Rudolf Soepratman, ia adalah seorang pencipta lagu dan pemain biola yang mahir pada jaman penjajahan Belanda. Pria asli Desa Somongari, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ini, lahir dari pasangan Suami Isteri bernama Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen pada 19 Maret 1903. Kemahirannya dalam bermusik ditularkan oleh kakak sulungnya yang bernama Roekijem yang sangat gemar akan sandiwara dan musik.
Sejak kecil hingga remaja WR. Soepratman tinggal bersama Roekijem dan bekerja sebagai seorang guru di sekolah angka 2 di Makasar. Ia kemudian pindah ke Bandung dan menekuni profesi sebagai seorang wartawan di Harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Disinilah WR. Soepratman mulai tertarik pada pergerakan nasional, bergaul bersama tokoh-tokoh perjuangan pada masa itu. Bukunya berjudul Perawan Desa, merupakan ungkapan ketidaksenangannya terhadap penjajah, disita dan dilarang beredar oleh Pemerintah Belanda.
Ketika pindah ke Jakarta, WR. Soepratman tetap melanjutkan perjuangan dengan membuat sebuah lagu kebangsaan. Lagu Indonesia Raya adalah hasil karya ciptaannya, dimainkan dengan biola (tanpa lirik) merupakan kali pertama lagu ini diperdengarkan dihadapan umum saat penutupan kongres pemuda pada bulan Oktober 1928, cikal bakal lahirnya sumpah pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober hingga saat ini.
Lagu Indonesia Raya kemudian menjadi terkenal dikalangan pergerakan nasional, dan selalu dinyanyikan pada acara-acara kongres partai politik, sebagai simbol perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka. Kehidupan WR. Soepratman menjadi tidak tenang setelah itu dan jatuh sakit akibat dikejar-kejar oleh polisi Belanda. Lirik-liriknya dianggap membahayakan karena dapat membakar semangat patriotisme melawan penjajahan.
“Saya toh sudah beramal, berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin Indonesia pasti merdeka,” pesan WR. Soepratman. Sebelum menikmati kemerdekaan, ia meninggal dunia pada 17 Agustus 1938 dan dikebumikan di Pemakaman Umum Kapasan, Jalan Tambak Segaran Weran, Surabaya, Jawa Timur (sumber: id.wikipedia.org).
Berikut lirik lagu Indonesia Raya dalam tiga versi menurut Anthony C. Hutabarat dalam Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman: Pencipta Lagu Indonesia Raya (2001) yang dilansir tirto.id :
Versi pertama: Indonesia, tanah airkoe, Tanah toempah darahkoe, Disanalah akoe berdiri, Mendjaga Pandoe Iboekoe. Indonesia kebangsaankoe, Kebangsaan tanah airkoe, Marilah kita berseroe: “Indonesia Bersatoe”. Hidoeplah tanahkoe, Hidoeplah neg’rikoe, Bangsakoe, djiwakoe, semoea, Bangoenlah rajatnja, Bangoenlah badannja, Oentoek Indonesia Raja.
Versi kedua: Indonesia, tanah jang moelia, Tanah kita jang kaja, Disanalah akoe hidoep, Oentoek s’lama-lamanja. Indonesia, tanah poesaka, Poesaka kita semoea, Marilah kita mendoa: “Indonesia Bahagia”. Soeboerlah tanahnja, Soeboerlah djiwanja, Bangsanja, rajatnja, semoeanja, Sedarlah hatinja, Sedarlah boedinja, Oentoek Indonesia Raja.
Versi ketiga: Indonesia, tanah jang soetji, Bagi kita disini, Disanalah kita berdiri, Mendjaga Iboe sedjati. Indonesia, tanah berseri, Tanah jang terkoetjintai, Marilah kita berdjandji: “Indonesia Bersatoe” S’lamatlah rajatnja, S’lamatlah poet’ranja, Poelaoenja, laoetnja, semoea, Madjoelah neg’rinja, Madjoelah Pandoenja, Oentoek Indonesia Raja.
Refrain: Indones’, Indones’, Moelia, Moelia, Tanahkoe, neg’rikoe jang koetjinta. Indones’, Indones’, Moelia, Moelia, Hidoeplah Indonesia Raja
Demi keseragaman cara menyanyikan lagu Indonesia Raya, pada masa pemerintahan Soekarno, ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Lembaran Negara No. 72 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. (**)