NPLOMBOK.id– Sabtu sore (19/10), NP Lombok bergerak menuju kota tua di Kotamadya Mataram, Ampenan. Kota peninggalan dua generasi itu masih menampakkan sisa-sisa kemajuan pada zamannya. Terlihat bangunan-bangunannya yang masih megah, kokoh dan tertata rapi hingga ke bibir pantai ampenan.

Di salah satu rumah di sudut kota tua inilah NP Lombok membuat janji dengan Usman, salah seorang peternak lebah madu hitam atau lebih dikenal dengan Trigona (nyanteng; dalam bahasa lombok) untuk berbagi pengalaman mengenai usaha yang baru digelutinya beberapa bulan lalu itu.

Memasuki halaman rumah, suasana akrab dari warna-warni bunga yang berjejer dan tersusun rapi di taman yang tidak begitu luas menyambut kami, dengan latar belakang deretan kotak kayu yang disusun bertingkat membentuk pola teratur. Kami menebak, itulah kotak-kotak yang dijadikan sebagai sarang lebah Trigona. Jumlahnya cukup banyak karena ditempatkan secara efektif pada halaman yang tidak terlalu luas. Meskipun begitu, tidak membuatnya terkesan sesak, malahan rak-rak tempat kotak yang tersusun itu seolah menjadi pembatas antara ruang aktifitas dengan areal taman.

Tidak perlu menunggu lama. Seorang pria menggunakan peci keluar dari dalam rumah menghampiri kami sambil memberikan senyum, menyambut kami.

Dialah Pak Usman, yang dengan sikap ramahnya kemudian mengajak duduk di sebuah kursi kayu yang diletakkan diantara taman dan sarang Trigona. Usman langsung menceritakan seputar usaha yang digelutinya. Menurutnya, dia mulai tertarik beternak lebah madu karena permintaannya cukup tinggi sementara teknik beternak tidak memerlukan keahlian khusus.

“Pemeliharaannya cukup mudah dan tidak memerlukan lokasi yang luas,” katanya sambil menjelasakan khasiat madu yang dihasilkan lebah Trigona lebih tinggi dibandingkan dengan madu dari lebah-lebah lainnya yang lebih populer. “Ini hasilnya, madunya lebih pekat,“ lanjut Usman menunjukkan madu yang sudah terkemas di dalam botol.

Sarang Lebah Trigona (nyanteng)

Menurutnya beternak madu tidak mesti dilakukan pada tempat yang luas atau di pinggir hutan, tetapi di lingkungan kota yang padat permukiman, juga bisa dilakukan. Yang penting ketekunan mengerjakannya.

“Madu ini bukan madu biasa tapi madu ori,”tuturnya sambil membuka kotak yang merupakan rumah si lebah penghasil madu.
Ketertarikan usman pada madu Trigona dimulai sejak 4 bulan yang lalu, namun kini diakuinya ia sudah mendapatkan hasil dari panen pertamanya.

“Kami masih dalam tahap pembelajaran, sambil menyerap ilmu dari para peternak yang sudah berhasil dan membimbing teknis budidaya Trigona ini,” tambahnya.

Awal ketertarikannya beternak lebah karena madu memiliki pangsa pasar yang luas. Ketertarikan itu kemudian diperkuat oleh kenyataan bahwa proses pembudidayaan lebah Trigona tidak memerlukan tempat luas dan waktu yang intensif. Masalah waktu ini sangat penting bagi Usman karena sebelumnya ia telah memiliki aktivitas lain. “Jadi aktivitas lain yang telah saya lakukan tidak terganggu,” tegasnya.

“Yang penting ada pepohonan di sekitar rumah itu sudah cukup sebagai sumber makanan trigona, bahkan pada saat mencari makan, lebah trigona bisa mencari makanannya sendiri hingga radius 1, 5 kilometer,” jelasnya.

Pertemuan bersama Usman ini menghasilkan sebuah kesan bahwa budidaya lebah ternyata dapat berkembang dengan baik hanya dengan bermodal ketekunan. (Ht-01)