NPLOMBOK.id-Tari Tandang Mendet merupakan tarian yang diciptakan oleh masyarakat adat sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tarian itu menjadi salah satu ikon kebudayaan Sembalun dalam upacara adat Ngayu Ayu, yang diselenggarakan satu kali dalam 3 (tiga) tahun.

Menurut Tokoh Budayawan,  Sekretaris Majelis Adat Sasak (MAS), Lalu Prima Wira Putra, Gerakan Tandang Mendet itu adalah bagian dari ritual adat dan bukan sebatas tontonan semata.

Dari segi busana tarian yang digunakan itu mencerminkan kearifan lokal memiliki ciri khas tersendiri, dan perlu dilindungi dengan memperkuat eksistensinya sebagai barometer kebudayaan dari lereng Gunung Rinjani.

“Untuk mendukung pemajuan budaya, kita itu harus menghidupkan kembali masyarakat adat sehingga pemangku, pengelinsir dapat menjalankan tugas sesuai proporsinya, jangan sampai hilang akibat pengaruh kapitalisme,” katanya.

Jika tidak diperkuat akan dikhawatirkan hanya akan jadi tontonan komersil demi kepentingan kapitalis, sehingga ritual maupun karya asli masyarakat bisa terancam punah.

Lalu Prima, kelahiran Jelantik, Lombok Tengah, juga seniman cilokak asli Sasak ini, mengatakan ritual itu akan tetap dilakukan dan tari Tandang Mendet karya asli Sembalun itu sangat diapresiasi karena masih berupaya menjaga kelestariannya sesuai mandat leluhurnya.

“Tarian maupun adat tradisi dilakukan sesuai dengan mandat leluhurnya, bukan karena event pariwisata, apabila hanya ada tamu atau acara besar yang bukan mandat leluhurnya kemudian ditampilkan sebatas totonan dan dapat upah saja, saya rasa bukan seperti itu cara kita mendukung, tapi justru sebaliknya dengan menjalankan mandat leluhurnya akan berdampak pada sektor pariwisata. Tradisi Bau Nyale misalnya, tidak bisa diselenggarakan tanpa perhitungan menurut adat,” paparnya. Ahad,17/7/2022.

Itulah sebabnya Tandang Mendet juga disebut sakral karena dalam gerakannya itu mengandung nilai yang mendalam dalam tatanan kehidupan masyarakat adat yang ada di Sembalun.

Dari segi koreografinya, pola lantai gerakannya juga unik dan memang mampu memikat para tamu yang melihatnya.

Sementara itu, Bupati  Lombok Timur,   H.M. Sukiman Azmy, turut hadir dalam ritual adat Ngayu ayu sebagai salah satu bentuk dukungan serta apresiasinya terhadap masyarakat sembalun, bahkan dalam pembukaan pidatonya, Bupati melantunkan tembang khas Suku Sasak yang isinya ucapan rasa syukur terhadap masyarakat sembalun.

Demikian pula terhadap Tarian Tandang Mendet sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Sementara menurut, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lombok Timur, Muhammad Nursandi, mengatakan tari Tari Tandang Mendet bukan sebuah Seni Pertunjukan semata, karena dalam konsep seni pertunjukan tarian itu monoton dan berdurasi lebih dari 10 menit.

Kata dia, kalau gerakan Tandang Mendet itu dijadikan sebuah seni pertunukan tentu harus dipermak dengan waktu yang singkat agar penonton tidak mudah jenuh.

“Tandang Mendet tetap seperti pakemnya sesuai mandat para leluhurnya jika itu merupakan bagian dari ritual, sebab justru nilai sakralnya akan menjadi lebih kuat, karena begini, mau ada atau tidak ada penonton jika itu adalah gerakan ritual adat akan tetap dilakukan karena kita tidak bisa mengubah apa yang sudah menjadi tradisi kita.” Jelas Nursandi yang juga seorang Sutradara Film Perempuan Sasak Terakhir.

Itu sebabnya Tarian Tandang Mendet itu sebagian orang mengaggapnya sebuah gerakan yang Sakral. Sangat wajar kalau tarian itu panjang karena bisa jadi hal itu diyakini memiliki pantangan tersendiri.

Dengan eksistensinya itu kita dapat bersyukur juga lanjut Nursandi, artinya itu sebagai kekayaan Lombok Timur yang patut kita hormati dan hargai sebagai khazanah budaya di Nusantara.

Kata dia, jika dikaitkan dengan promosi pariwisata justru keaslian dari tradisi itu yang memiliki daya tarik yang unik yang sesungguhnya, dan harus dilindungi dan menjaga kelestariannya agar dampak positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat. “Bagi saya pribadi tarian itu keren dan menakjubkan,” pungkasnya. (**)