NPLOMBOK.id-Adanya pernyataan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, Edy Santana Putra Dan Jhoni Allen Marbun mengenai gaji pendamping desa yang dianggap terlalu tinggi, akhirnya mendapat respon dan tanggapan serius dari pendamping desa di Lombok Timur. Pasalnya pernyataan yang disampaikan anggota DPRI RI dari Fraksi Gerindra dan Demokrat pada saat rapat Komisi V DPR RI itu dinilai terlalu berlebihan.

Salah seorang Pendamping Lokal Desa (PLD) Kecamatan Keruak, Joko Subianto, mengatakan bahwa pernyataan anggota dewan itu hanya asbun alias asal bunyi. Seharusnya sebelum memberikan pernyataan anggota dewan melakukan kunjungan dan survei langsung sehingga memilki dasar saat menyampaikan sesuatu.

“Anggota dewan itu asbun ya, harusnya dewan itu turun dan melihat langsung ke desa-desa dampingan sebelum berkomentar,” tegasnya.

Selain itu, dia juga mengatakan jika dibandingkan dengan gaji anggota dewan, gaji pendamping desa sangat jauh perbedaanya.

Senada dengan itu, Abdul Hakim, salah seorang pendamping desa di Lombok Timur menceritakan kepada NP Lombok bahwa seharusnya dewan ikut turun langsung menyaksikan bagaimanan para pendamping desa bekerja. Lokasi daerah dampingan yang begitu sulit tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

“Pernah kami ke lokasi dampingan, karena desanya di pulau kecil maka kita pakai perahu dan perahu mati di tengah laut. Sejak itu, gaji kita pakai untuk beli pelampung. Belum lagi untuk mencukupi kebutuhan keluarga biar asap dapur tetap ngepul,” ungkapnya.

Abdul Hakim menambahkan bahwa selama ini gajinya diperuntukkan untuk kehutuhan keluarga dan biaya turun ke desa.

Sebagai gambaran, gaji PLD saat ini ada dikisaran 1,8- 2 juta per bulan.

Dari penelusuran NP Lombok, walaupun pernyataan anggota DPRRI ini ditayangkan pada 22 September 2020 lalu, namun hal ini baru tersebar dan menjadi perbincangan hangat di internal para pendamping desa di Lombok Timur.(Man)