NPLOMBOK.id-Dari waktu ke waktu, kehidupan manusia mengalami perkembangan baik dari segi peradaban hingga tempat bermukim yang berpindah-pindah (nomaden). Masa lampau yang menyimpan banyak cerita, terkadang kini masih menjadi pijakan bagi tatanan kehidupan sosial masyarakat.  Berbagai bukti peradaban masa lampau jika ditelusuri kembali dapat ditemukan melalui peninggalan yang tersisa, seperti benda-benda pusaka hingga situs areal pemakaman.

Di Kabupaten Lombok Timur terdapat sejumlah situs pemakaman yang telah diakui pemerintah sebagai cagar budaya. Salah satunya adalah situs makam Buaq Bakang di Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela. Berkunjung ke tempat ini harus melewati medan yang tak mudah, dan letaknya relatif jauh dari pusat Kecamatan Suela.

Berada di Kawasan Pinggir Hutan (KPH) Rinjani Timur, Makam Buaq Bakang seolah tak terjamah perkembangan zaman. Keaslian serta lingkungannya yang masih asri, membuat siapa saja yang berkunjung ke tempat ini akan menemukan suasana seperti masa lampau.  “Kesulitan kita memang, karena akses jalan masih belum memadai” jelas  Fauzi, salah seorang tokoh masyarakat desa setempat kepada NP.

Situs makam Buaq Bakang menyimpan sejarahnya sendiri.  Terdapat ratusan makam di areal ini, yang konon dari cerita turun temurun dan catatan lontar yang masih tersisa, merupakan pemukiman pertama nenek moyang orang Kelayu, Pancor dan Selong, yang saat ini bermukim di Kecamatan Selong.

“Dari sinilah orang Kelayu, Selong, Pancor itu berasal. Makanya masih sampai sekarang, tokoh-tokoh dan orang tua dari sana ziarah ke sini,” cerita Fauzi.

Nama Pancor dan Kelayu sendiri konon diambil dari adanya pancuran di bawah pohon kelayu atau disebut juga pohon jewet,  kemudian digunakan menamai kampung mereka oleh orang-orang dahulu yang pindah bermukim ke bawah (baca: Kelayu).

“Disini ini kan dia tinggi, pegunungan dan hutan, agak sulit dijangkau. Jadi keturunan orang-orang yang pertama bermukin disini itu pindah ke Kelayu, Selong dan Pancor untuk membuat perkampungan baru. Awal mula kawasan yang ditempati adalah bukit Berji, yang saat ini letaknya di dalam kawasan hutan, “ terang fauzi.  Penduduk yang awalnya tinggal di bukit-bukit, kemudian memilih pindah ke dataran rendah dan membuka pekampungan sendiri.

 Di Pemakaman Buaq Bakang menurut Fauzi, tidak terdapat makam raja-raja. Karena orang Sasak itu adalah keturunan Amaq. Disisi lain, masyarakat setempat mempercayai bahwa salah satu makam di areal pemakaman tersebut adalah makam Datu Sandubaya, seorang tokoh utama dalam perkembangan sejarah peradaban Suku Bangsa Sasak.                  

Nama Buaq Bakang diambil dari nama buah pohon Bakang, yang menjadi peneduh areal pemakaman pada masa itu yang keberadaannya saat ini, sudah jarang kita temukan di kawasan tersebut. (Ma)