NPLOMBOK.id-Ketika lelaki Lombok melintas di depan rumah tetangganya meskipun tidak sengaja, sapaan paling akrab yang kerap diutamakan dari tuan rumah biasanya adalah kalimat “ngupi juluk meton”.  Dalam bahasa Indonesia bermakna “ngopi dulu saudaraku.”  Frase ini sesungguhnya adalah bentuk keakraban pemilik rumah yang didefinisikan sebagai ajakan untuk mampir. 

Dari kalimat akrab dengan kata “ngupi” ini, siapapun akan mampu menarik gambaran tentang kebiasaan masyarakat Lombok yang selalu menyuguhkan kopi kepada tamu yang berkunjung. 

Inilah yang kemudian menghadirkan inspirasi bagi lahirnya sebuah produk bernama “Ngupi Djuluq,” kopi bubuk kemasan yang dibungkus rapi dari hasil kebun kopi di Gumi (daratan-red) Lombok. Bukan sembarang kopi, tapi dari jenis Robusta yang dikenal luas sebagai kopi dengan mutu terbaik.  Ihsan Darma Santosa nama penggiatnya, mengemas kopi ini sebagai produk usaha yang kini sudah bisa bersaing hingga ke luar kota.

Dari jenis kopi Robusta tersebut, bapak 4 anak ini mampu meracik kopi asal Timba Nuh, Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgesela, Lombok Timur menjadi kopi dengan cita rasa khas tanpa campuran apapun.

“Kopi ini asli, tidak dicampur dengan beras atau campuran lainnya sebagaimana racikan bubuk kopi yang biasa dibuat oleh ibu-ibu kita di Lombok,” tutur Darma, Senin (09/12).  “Ngupi Djuluq ini adalah kopi dalam kemasan berisi 150 gram, sudah sukses terjual ke Kalimantan, Sumatera dan Jawa,” lanjutnya.

Inspirasi pengemasan kopi Asli dari tanah Lombok ini bermula dari hobi sang peracik yang tak lazim.  Ia tidak bisa meminum kopi dengan racikan tambahan seperti beras, kelapa atau campuran lainnya.  “Saya sering sakit perut jika minum kopi yang ada campuran berasnya,” kisahnya.

Darma mengaku menemukan ide saat mengikuti diskusi soal usaha di Camp Bebas Riba. Ia kemudian melakukan survei terkait keberadaan dan peluang produk kopi dalam kemasan ini. Mulai survei tentang cita rasa kopi yang ditanam di semua wilayah penghasil kopi di Pulau Lombok sampai bagaimana teknis pengemasan yang baik dan tahan lama serta cara-cara memperkenalkan dan memasarkan produknya.

Akhirnya petani kopi yang seirama dengan idenya ia temukan di Timba Nuh, Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgesela, Lombok Timur.  Di desa itu, Darma dan komunitasnya kemudian mengedukasi petani agar lebih produktif, diantaranya mengajarkan tentang cara memetik kopi, cara menjemur, sampai cara memasarkan, diantaranya untuk fokus memajukan potensi lokal dan kesejahteraan petani kopi di Lombok.

Upayanya membuahkan hasil.  Ia mendapat banyak respon positif dari penikmat kopi yang telah mencicipi produknya.  “Kata mereka, ada cita rasa khas yang membedakannya dengan kopi-kopi kemasan yang lain.  Pokoknya mereka suka, gitu dah,” akunya seperti kehabisan kata-kata mendeskripsikan rasa kopinya.

Untuk diketahui, jenis Kopi Robusta yang diproduksi Darma ini merupakan jenis Kopi yang berasal dari Eropa. Sejarah kopi ini konon bermula pada abad ke-9 di Ethiopia. Namun, budidaya dan perdagangan kopi baru mulai populer pada abad ke-15 oleh pedagang Arab di Yaman.

Kopi mencapai Eropa pada abad ke-17 namun tidak dapat tumbuh baik di sana.  Bangsa-bangsa Eropa lantas menggunakan daerah jajahannya untuk membudidayakan tanaman kopi. Indonesia, yang diduduki Belanda, memiliki andil yang besar dalam sejarah dan persebaran jenis kopi di dunia. Benar atau tidaknya belum ada penelitian yang lebih lanjut soal bagaimana sejarah kopi jenis robusta di Timba Nuh ini.

Yuk, Semeton NPLombok.id, ada yang mau mengadakan penelitian sambil menikmati racikan “Ngupi Djuluq?”. (Mz-04)