NPLOMBOK.id-Desa aman dilanda masalah. Gara-garanya adalah sebangkai profesi yang melepas bau busuk ke Grassroots. Namun, syukurlah di Ramadhan tahun ini aparatnya kompak ingin hijrah.

“Bukan hanya ramadhan sebagai bulan islah & hijrah diri. Setiap haripun penting berubah lebih baik. Bukan hanya aparat yang perlu hijrah. Namun juga rakyat, para pakar, makelar dan para penerima jasa itu. Siapapun itu. Hijrahlah..!!!” seru Aktivis Halu.

Suara ini harus bisa secara langsung didengar oleh para pihak, terutama penguasa hak, pembelanya, pun penghasutnya. Yang berhak harus cepat diberikan haknya. Kepastian hukum, adil, tersebar dan mendidik.

“Memuliakan putusan hakim InsyaAllah dapat pahala,”yaqinnya.

Namun sayangnya suara itu tak bisa tembus ke insan yang menempati lahan itu. Kasian, dia sudah lanjut usia. Buta huruf. G Percaya? Datangi dan tes aja. Kasian.

Ada tanah yang dijualnya demi itu, ada tanah yang digadaikan demi itu. Kata tetangga, biayanya besar sangat. Kambing lenyap. Hm.

Sayangnya ada lagi tanah tempatnya membangun rumah dibantu Bansos, tapi sayangnya tanah itu bukan haknya. Sehingga bikin hak orang lain tertahan. Desa diam. Mungkin pasrah.

Diposisi yang lain, dari sudut penghasut, itu adalah hak terhasut. Sehingga yang terhasut santai saja, bikin anggaran menahan hak membengkak. Yang ironis juga, adalah anggaran merebut hak yang dikeluarkan oleh rakyat yang berhak.

Astagfirullah. Kasian.

Telusur fakta. Fenomena ini ada di sebuah desa di Wilayah Selatan Lombok. Mungkin juga di banyak titik. Namun, desa yang menjadi fokus media saat ini bernama Desa Aman.

Saat dihubungi, Kepala Desa Aman menyebutkan bahwa desa harus bertindak karena sungguh memalukan kalau terus repotkan pengadilan. “Kalau tidak bisa, mari study banding kesini. Kita diskusikan caranya. Kasian rakyatmu harus keluarkan anggaran menahan hak berlarut-larut,”. ujar aktivis halu yang juga menjadi Camat Desa Aman di negeri itu.

Penulis: Hamzanide