NPLOMBOK.id-Belakangan ini pembicaraan mengenai aturan penggunaan pakaian adat Sasak (Dodot) sebagai salah satu pakaian wajib harian di Lombok Timur, sedang viral terutama di kalangan pegawai pemerintahan. Meskipun diskusi-diksusi yang mengemuka bernada tidak serius, akan tetapi bagi Lalu Darman, salah seorang tokoh adat Lombok Timur, justru berpendapat lain. Menurutnya, siapapun yang menentukan kebijakan itu harus menanggapinya dengan penjelasan yang serius. “Jadi ini harus dijelaskan, kenapa dodot ini dijadikan salah satu pakaian wajib bagi pegawai,” katanya.
Menurut Lalu Darman, hal ini penting karena ada beberapa kebiasaan di masyarakat yang terkait dengan penggunaan pakaian yang dianggap tidak berkesesuaian dengan kebiasaan sehari-hari, misalnya menghadiri kematian, tugas-tugas lapangan dan lain-lain. “Akan tetapi tentu saja ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Saya rasa masyarakat akan menerima keadaan ini,” lanjutnya.
Yang jauh lebih penting menurut Lalu Darman adalah, kalau tujuannya untuk melestarikan budaya atau adat istiadat, maka upayanya tidak boleh berhenti sampai di sini saja. “Harus dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih penting, terutama nilai-nilai yang berlaku pada zaman dahulu yang hari ini telah dilupakan oleh orang Sasak,” tegasnya.
Lebih jauh Lalu Darman menjelaskan mengenai hilangnya nilai-nilai yang tertanam secara turun temurun di tengah masyarakat saat ini. Misalnya mengenai sumpah Suku Sasak untuk membuat tanah Sasak menjadi solah inges (baik dan indah), sehingga siapapun yang mampu melakukannya (menjaga, mensejahterakan ataupun memakmurkan tanah Sasak-red), maka patutlah kemudian apabila bumi akan bersyukur dan langit akan berdoa untuknya.
“Inilah yang harus dilestarikan, bukan hanya benda-benda ataupun situs-situs saja,” kata tokoh muda ini. Untuk sampai ke tujuan ini maka nilai-nilai itu harus ditanamkan mulai sekarang. Menurut Miq Darman sifat pertama yang harus difahami adalah, Ulas asih jari sifat, Indit anda sikne jagak, yakni sebuah sikap dimana manusia gumi sasak harus membawa dan menggunakan kasih dan sayang dalam setiap tingkah dan laku hidupnya.
Sikap kedua adalah, Teguh kukuh jari sikep tata krama sik’n pejuluk, yang bermakna bahwa orang sasak harus memiliki satu sikap dan keyakinan yang teguh. Tidak mudah terombang-ambing oleh pemikiran-pemikiran baru yang justru merusak tatanan dalam kehidupan. Keteguhan sikap itu harus dibarengi dengan tatakrama dan tutur kata yang sesuai serta aturan-aturan yang disepakati bersama.
Berikutnya adalah unggah-ungguh sik berente, titi tata entan bebase, yang bermakna, orang Sasak harus menyamakan antara kalimat dan perbuatan. “Nah, keseluruhan sikap ini kemudian harus dipayungi oleh sikap sabar dan syukur,” lanjutnya.
Yang terakhir Syukur sabar jari payung, lome pasu sik te gawek, yang bermakna orang sasak harus pandai bersyukur dan bersabar dalam menangani berbagai persoalan, sehingga setiap orang akan tergerak hati dan perilakunya untuk melakukan perbuatan yang baik (beramal saleh) dan menghindari perbuatan yang merugikan baik diri maupun orang lain.
Inilah yang menurut Miq Darman tidak boleh diabaikan kalau penggunaan dodot ini bertujuan melestarikan adat istiadat dan budaya. (Ht)
Mantaf