NPLOMBOK.id-Petani dan nelayan merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim karena menggantungkan mata pencaharian dari pemanfaatan sumber daya alam. Begitu juga dengan masyarakat miskin, perempuan dan anak-anak sangat merasakan dampaknya kerena keterbatasan akses dan kesempatan.

Perubahan iklim khususnya pada masyarakat miskin secara tidak langsung juga berinteraksi dengan kondisi ketidaksetaraan gender yang umumnya merugikan perempuan dan anak. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini atau pernikahan usia anak.

Disamping itu tingkat pendidikan yang rendah, dan faktor mental (budaya) sebagai penyebab utamanya. Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh yang menjalaninya, tetapi juga generasi masa depan yang dilahirkannya.

Anak-anak yang lahir dari perempuan-perempuan yang berusia anak dikhawatirkan mengalami kurang gizi, gizi buruk, dan tengkis (stunting), di samping rentan mengalami kekerasan dari ibunya yang masih terlalu muda. Pada tahap berikutnya, anak-anak juga mudah dieksploitasi secara ekonomis dan seksual oleh orang tuanya sendiri.

Budaya merarik (perkawinan dini) sangat kuat diterapkan sebagai norma sosial. Sehingga perlu ada kesadaran kepada masyarakat tentang perlindungan anak dan hak-haknya. Selain itu harus ada langkah-langkah untuk mempromosikan mekanisme respon pengaduan tentang hak dan perlindungan anak.

Sebagai upaya dalam mengambil peran menangani isu tersebut, KONSEPSI menggelar pertemuan guna membahas aksi dan mekanisme pencegahan perkawinan anak usia dini di Kabupaten Lombok Timur, khususnya di wilayah Kecamatan Jerowaru.

Kegiatan ini mengundang perwakilan dari Desa Paremas, Desa Pandan Wangi dan Desa Pemongkong, menghadirkan pembicara dari DP3AKB Kabupaten Lombok Timur, bertempat di Aula Kantor Camat Jerowaru (13/10/2022).

Mewakili  Camat Jerowau, Khairul Bahri menekankan bahwa angka pernikahan dini khususnya di wilayah Kecamatan Jerowaru cukuplah tinggi, tidak saja di 3 desa namun wilayah kecamatan Jerowaru secara umum. Hal tersebut menurutnya disebabkan oleh maraknya penggunaan media sosial yang saat ini sangat mudah di akses.

“Jadi jika kita lihat anak-anak sekolah jarang mereka keluar rumah, sehabis pulang sekolah langsung masuk kerumah, diam di kamar dengan HP-nya. Kita tidak bisa kontrol, jadi pada kesempatan hari ini saya atas nama pemerintah kecamatan mari kita sama-sama menjaga putra dan putri kita,” tegasnya.

Eko Krismantono selaku program manager DECCAP menjelaskan kegiatan ini merupakan salah satu langkah yang di ambil oleh KONSEPSI NTB bersama Yayasan Relief Islami Indonesia dengan dukungan Forum CIV melalui Program Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity (DECCAP) khususnya untuk mengadakan Review Peraturan Desa Tentang Pencegahan Perkawinan Usia Dini di Desa Paremas, Desa Pandan Wangi, dan Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru.

“Harapannya ada pembelajaran antar desa terkait proses yang sudah dilakukan di tingkat desa dalam pencegahan pernikahan anak usia dini.” Tutup Eko. (**)