NPLOMBOK.id-Mengembangkan suatu gagasan menjadi sebuah karya khususnya bidang seni musik tradisional, tidaklah seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Cukup dengan cara instan. Namun untuk mewujudkannya, membutuhkan proses dan keuletan serta motivasi yang tinggi. Lebih-lebih di era saat ini yang mana perkembangan teknologi menjadi tantangan besar dalam pelestarian musik tradisional.
Salah satunya adalah kesenian Tongkek. Tongkek merupakan sebuah alat musik yang terbuat dari Bambu yang dibentuk menjadi beberapa bagian nada sehingga dapat dimainkan dengan melodi yang terdengar cukup unik.
Tantangan dalam pengembangan musik Tongkek, terutama di kalangan remaja, akan dapat dikurangi dengan modal semangat itu. Hal tersebut dikatakan oleh seorang Seniman tongkek, Muhamad Wahyudi, (27) seorang pemuda asal Pancor Lauk Masjid, Kecamatan Selong, Lombok Timur, NTB.
Dirinya menekuni musik tradisional jenis Tongkek sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar hingga berhasil menjuarai banyak pertunjukan tongkek. Ia mengumpulkan anak-anak remaja setempat melalui pendekatan permainan-permainan tradisional, kemudian menjadi sebuah kelompok untuk siap-siap keliling membangunkan warga bersantap sahur.
Kecintaannya pada Tongkek, membuat Yudi, sapaan akrabnya, menggeluti jenis musik ini, bukan musik-musik modern seperti band atau musik lainnya. Dia memang memiliki bakat dari orang tuanya yang juga seorang seniman Tongkek sejak dahulu.
“Generasi sebelum saya, tongkek ini sudah ada yang digunakan sebagai alat membangunkan makan sahur di Bulan Ramadhan, meskipun sekarang sudah tidak ada lagi,” tutur Yudi saat ditemui NPLombok di basecampnya.
Atas dasar itulah ia kembali menghidupkan tongkek yang tidak hanya sekedar untuk membangunkan orang makan sahur tapi bisa dikreasikan menjadi musik tradisional pada umumnya dengan alunan nada indah yang bisa dinikmati oleh semua kalangan dan pada banyak kesempatan.
Banyak komunitas Tongkek yang telah diprakarsainya sehingga menjadi lebih populer terutama sebelum pandemi Covid-19.

Selain itu, Pemuda kelahiran Pancor ini berkeliling melatih anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Lombok Timur. Sebab, tongkek sudah mulai diminati banyak orang disukai anak-anak.
“Bahkan saya sendiri yang buat alat Tongkeknya sesuai dengan nada yang diinginkan. Alhamdulilah banyak yang pesan di saya juga. Kalau ada pemuda lain yang ingin gabung, kami buat kelompok baru lagi supaya kita punya grup banyak dan gak mesti ikut di satu grup yang sudah ada, ” ujarnya.
Festival Tongkek Pertama itu digelar di Bagik Longgek, Rakam Kecamatan Selong tahun lalu.
Tongkek yang ia bina pernah tampil bersama grup band nasional Padi dan Caknun. “Ini membuktikan perjuangan yang selama ini kami rintis itu dapat diterima oleh masyarakat,” tuturnya.
Ia mempelopori eksistensi dan perkembangan tongkek dengan kemasan yang lebih dinamis bahkan sering membawakan musik-musik dari lagu-lagu perjuangan Nahdlatul Wathan (NW). Termasuk grup yang dilatih itu dapat berangkat ke Australia.
“Ada kebanggan tersendiri bagi saya pribadi karena tongkek sudah bisa dilirik menjadi sebuah pertunjukan seni, semoga kedepan kesenian ini memiliki generasi penerus yang lebih militan lagi,” katanya. (Rji)